Nyadran Gunung Silurah adalah sebuah tradisi unik dan penuh makna yang telah berlangsung turun-temurun di Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Tradisi ini merupakan perpaduan antara kepercayaan terhadap leluhur, penghormatan terhadap alam, dan semangat gotong royong masyarakat.
Warga Desa Silurah menggelar tradisi Nyadran Gunung Silurah setiap tahun. Agenda ini digelar setiap Jumadil Awal tepat pada Jumat Kliwon. Tradisi tolak bala pada tahun 2/24 ini dimulai dengan tasyakuran, dimana warga desa berkeliling sambil memanjatkan doa. Pada hari kedua, prosesi sakral dilakukan di lereng Gunung Ronggokusumo, yakni memotong kambing kendit dan dilanjutkan dengan jajanan kampung dan kesenian tradisional silurah.
Salah satu bagian penting dalam urutan tradisi Nyadran Gunung Silurah adalah pemotongan kambing kendit. Yaitu kambing berbulu hitam dengan lingkar putih di tubuhnya. Pemotongan ini dipimpin oleh sesepuh adat ini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus simbol harapan akan berkah.
Tradisi ini secara turun-temurun diyakini warga setempat untuk menjauhkan bala. Biasanya warga memotong kambing kendit tetapi pada nyadran tahun 2024 memasuki putaran ke-7. Sehingga diharuskan memotong Kebo Bule.
Pemotongan kambing kendit sendiri memiliki filosofi, hitam sebagai langgeng untuk meneruskan naluri dan putih itu suci. Secara turun temurun prosesi ini dipercaya dapat menambah keberkahan warga masyarakat desa, sehingga rejekinya lancar, warganya sehat dan menolak bala bencana.
Rangkaian Acara Nyadran
Nyadran Gunung Silurah biasanya dilaksanakan setiap tahun pada tanggal yang telah ditentukan. Rangkaian acaranya cukup panjang dan melibatkan seluruh masyarakat desa. Beberapa kegiatan yang umum dilakukan antara lain:
Tasyakuran: Diawali dengan doa bersama untuk memohon keselamatan dan kelancaran acara.
Kirab: Masyarakat membawa sesaji berupa makanan, minuman, dan hasil bumi untuk dipersembahkan.
Pemotongan Hewan Kurban: Biasanya dilakukan pemotongan hewan kurban seperti kambing kendit dan kebo bule sebagai simbol pengorbanan.
Ziarah ke Makam Leluhur: Masyarakat mengunjungi makam leluhur untuk mendoakan mereka.
Pentas Seni: Diadakan berbagai macam pentas seni tradisional seperti tari, gamelan, dan wayang kulit.
Bazar: Masyarakat menjual berbagai macam makanan dan minuman khas daerah.
Nyadran Gunung Silurah sebagai Warisan Budaya
Seiring berjalannya waktu, Nyadran Gunung Silurah semakin dikenal luas dan mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Pada tahun 2024, tradisi ini bahkan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Tradisi ini juga sudah menjadi bagian dari Calendar of Events atau agenda wisata budaya tahunan Jawa Tengah. Nyadran Gunung merupakan bagian penting dari identitas budaya masyarakat Silurah dan Kabupaten Batang. Nyadran saat ini dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata untuk menarik pengunjung dari berbagai daerah. Melalui Nyadran, generasi muda dapat belajar tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai luhur bangsa.
(Pegiat Literasi Batang)